Jumat, 02 Januari 2009

LEGISLATIF YANG KOMIT TERHADAP RAKYAT

Entah sejak kapan asumsi bahwa politik itu kotor menjadi kesimpulan khalayak masyarakat kita. Namun kalimat ini tidak muncul serta merta bila tak ada sebab yang mengawalinya. Yang pasti akibat polah anggota dewan selama ini telah memberikan citra buruk kepada lembaga yang sangat terhormat ini. Dan citra buruk DPR sebagai sebuah rumah politikus pun identik dengan korupsi, asusila, selebritis dan juga sebuah tempat untuk menumpuk kekayaan tanpa kerja keras tak terelakkan, bila kita melihat banyaknya anggota dewan yang bermasalah. Hal ini sudah barang tentu merupakan hal yang melenceng dari pengertian Aristoteles tentang makna politik yaitu politik adalah seni mulia untuk mengelola kehidupan kolektif untuk kemaslahatan bersama.

Perubahan makna menjadi bergeser tatkala kursi terhormat itu ditempati oleh politikus yang rakus dan haus dengan kekuasaan serta bergaya selebritis, sehingga politik bukan lagi seni untuk mengelola kehidupan secara kolektif demi kemaslahatan rakyat akan tetapi menjadi seni memimpin dengan jalan menipu rakyat dan kepentingan rakyat dikalahkan oleh kepentingan pribadi, golongan dan partai.

Kini masyarakat memiliki peluang untuk menempatkan para calon legislatif secara langsung, oleh karenanya kritisi para caleg yang ada di wilayah masing-masing dengan cara kenali perilaku, masa lalu, bagaimana sang caleg dalam mengelola sebuah negara terkecil yakni keluarga, apakah anak-anaknya terdidik secara baik? bagaimana keberadaanya di tengah-tengah lingkungannya? dan masih banyak hal penilaian yang dapat diarahkan kepada para caleg di wilayah masing-masing, sebelum menentukan dan menjatuhkan pilihannya.

Masyarakat sudah saatnya untuk tidak tergiur oleh buaian materi sang caleg, memang benar bahwa untuk duduk di kursi dewan membutuhkan dana, akan tetapi bila dilakukan berlebihan, maka yang akan terjadi ketika mereka duduk di kursi dewan langkah pertama yang akan dilakukan adalah bagaimana cara mengembalikan dana yang telah dikeluarkan.

Bila kita ingin membangun legislatif yang bersih, maka saatnya sekarang kita memilih wakil yang memiliki perilaku baik, agamis, nasionalis, akademis dan menempatkan kepentingan umum di atas segalanya., tanpa memandang suku, warna kulit, keyakinan dan agama. Dengan pemilihan secara langsung dan penghitungan yang didasarkan suara terbanyak, maka rakyat kini memiliki otoritas luas untuk menentukan semua ini.

Dan kemenangan kandidat legislatif dengan kendaraan politik apapun dia, haruslah memaknai dan memahaminya serta menempatkan rakyat sebagai subyek bukan sebagai obyek. Oleh karenanya, dalam menjalankan amanah kemenangannya kelak, sudah sepatutnya memperlakukan seluruh rakyat sebagai subyek yang senantiasa didengar keinginan demi kemajuan masyarakat yang telah mempercayakan untuk diwakilinya di lembaga yang terhormat itu.

Begitu duduk di kursi dewan, maka sang legislator adalah milik semua golongan, selanjutnya dia musti melucuti seluruh warna partainya dan saatnya menghentikan loyalitas yang berlebihan terhadap partai. Bukankah kepentingan masyarakat di atas kepentingan golongan dan pribadi? Dan nampaknya pendapat Kennedy dan Soekarno, yang mengatakan bahwa "Loyalitas kepada partai berakhir ketika loyalitas kepada bangsa dan negara dimulai" perlu diaplikasikan secara nyata. Partai politik memiliki tugas mulia lain yakni mengkritisi dengan melakukan kontrol agar kadernya tetap konsisten dan senantiasa menjaga komitmen untuk memperjuangkan hak-hak rakyat yang telah memilihnya.

Tidak ringan memang beban yang diemban oleh para anggota dewan, karena kelak dia menjadi panutan bagi masyarakat saat melakoni kehidupan di dunia, dan kelak harus mampu mempertanggungjawabkan atas kepemimpinannya saat nanti menghadapi alam akhirat! (HAYAT ZAINUNI KANDIDAT ANGGOTA DPRD II KOTA BEKASI DAPIL BEKASI V Kecamatan pondok Gede)


1 komentar:

  1. Mohon ijin untuk copy paste ke tempat saya ya pak !!!
    Terima kasih !!

    BalasHapus

Kami akan sangat senang dan hormat bila ide, kritik dan saran yang saudara tulis dalam bahasa yang santun